Tungkaran : nature resource "wetland" on martapura

WETLAND FINAL PROJECT
BY
M. ITQAN MAZDADI
JIF108049
ILMU KOMPUTER



TUNGKARAN

Google Earth membuat dunia terasa semakin sempit. Hanya dengan mengetikan nama sebuah kota atau sebuah koordinat, anda langsung diantar menyaksikan petanya dari udara. Hal ini tentu memberikan kemudahan bagi mahasiswa seperti saya untuk melihat suatu daerah, dimanapun di seluruh dunia.
Saya mencoba mencari suatu daerah yang memiliki koordinat S : 3o 23' 55.7" dan E : 114o 49' 32.5". hanya dalam beberapa saat kita pun akan dibawa untuk melihat daerah tersebut.
daerah itu adalah tungkaran yang terletak di desa pekauman, martapura, kalimantan selatan. Daerah tersebut merupakan salah satu lahan basah yang ada di kalimantan selatan.

Menurut bahasa, Tungkaran adalah halaman terbuka atau pekarangan rumah Banjar yang termasuk wilayah rumah tetapi diperuntukkan bagi umum, untuk permainan anak sedesa, untuk perjamuan (selamatan); dan dengan bebas tanpa permisi setiap orang boleh lalu lalang di dalamnya. Di sanalah terjadi pertemuan dialog (pergaulan) antara penghuni rumah Banjar dengan masyarakat. Dalam bahasa Jawa, tungkaran disebut Pelataran atau Njaba (halaman luar). Namun tungkaran yang kita maksud disini adalah sebuah daerah yang terletak di martapura, kalimantan selatan.
Daerah ini merupakan daerah yang didominasi oleh tanaman eceng gondok. selain itu terdapat beberapa tanaman lain seperti kangkung dan purun tikus. lahan ini masih terlihat segar dan belum dimanfaatkan sepenuhnya oleh warga sekitar.
Eceng gondok atau enceng gondok, adalah salah satu jenis tumbuhan air mengapung. Walaupun eceng gondok dianggap sebagai gulma di perairan, tetapi sebenarnya ia berperan dalam menangkap polutan logam berat. Rangkaian penelitian seputar kemampuan eceng gondok oleh peneliti Indonesia antara lain oleh Widyanto dan Susilo (1977) yang melaporkan dalam waktu 24 jam eceng gondok mampu menyerap logam kadmium (Cd), merkuri (Hg), dan nikel (Ni), masing- masing sebesar 1,35 mg/g, 1,77 mg/g, dan 1,16 mg/g bila logam itu tak bercampur. Eceng gondok juga menyerap Cd 1,23 mg/g, Hg 1,88 mg/g dan Ni 0,35 mg/g berat kering apabila logam-logam itu berada dalam keadaan tercampur dengan logam lain. Lubis dan Sofyan (1986) menyimpulkan logam chrom (Cr) dapat diserap oleh eceng gondok secara maksimal pada pH 7. Dalam penelitiannya, logam Cr semula berkadar 15 ppm turun hingga 51,85 persen. Selain dapat menyerap logam berat, eceng gondok dilaporkan juga mampu menyerap residu pestisida (http://id.wikipedia.org/wiki/Eceng_gondok).

Daerah lahan basah di Desa Tungkaran ini merupakan daerah rawa, berair tawar, perairannya tergenang dan surut, dengan ketinggian ± 1,5 meter. Tumbuhan dan hewan banyak mendiami lahan basah. Di sepanjang daerah lahan basah Desa Tungkaran ini ditumbuhi oleh vegetasi pakis-pakisan, paku-pakuan, rumput rawa, dan tanaman air lainnya. Hampir sepertiga daerahnya didominasi oleh tanaman enceng gondok (Eicchorina cressipes), akan tetapi tanaman ini hanya tumbuh di pinggir rawa, sedangkan di tengah rawa terdapat tanaman padi, dengan beberapa kelompok kecil tanaman purun tikus (Eleocharis dulcis) di sela-selanya. Tanaman padi yang masih muda juga ditanam di pinggiran jalannya. Di antara tanaman enceng gondok terdapat daun-daun kecil yang mengapung di atas air, disebut dengan kayapu atau kiambang.



Selain itu, daerah ini cenderung dijadikan warga sebagai tempat untuk memancing ikan-ikan rawa. Ikan-ikan yang terdapat di rawa tersebut antara lain ikan papuyu , ikan sepat, dan haruan(ikan gabus/Channa striata).

Ikan gabus biasa didapati di danau, rawa, sungai, dan saluran-saluran air hingga ke sawah-sawah. Ikan ini memangsa aneka ikan kecil-kecil, serangga, dan berbagai hewan air lain termasuk berudu dan kodok. Seringkali ikan gabus terbawa banjir ke parit-parit di sekitar rumah, atau memasuki kolam-kolam pemeliharaan ikan dan menjadi hama yang memangsa ikan-ikan peliharaan di sana. Jika sawah, kolam atau parit mengering, ikan ini akan berupaya pindah ke tempat lain, atau bila terpaksa, akan mengubur diri di dalam lumpur hingga tempat itu kembali berair. Oleh sebab itu ikan ini acap kali ditemui ‘berjalan’ di daratan, khususnya di malam hari di musim kemarau, mencari tempat lain yang masih berair. Fenomena ini adalah karena gabus memiliki kemampuan bernapas langsung dari udara, dengan menggunakan semacam organ labirin (seperti pada ikan lele atau betok) namun lebih primitif. Pada musim kawin, ikan jantan dan betina bekerjasama menyiapkan sarang di antara tumbuhan dekat tepi air. Anak-anak ikan berwarna jingga merah bergaris hitam, berenang dalam kelompok yang bergerak bersama-sama kian kemari untuk mencari makanan. Kelompok muda ini dijagai oleh induknya.

Fungsi yang terlihat dari rawa ini diantaranya adalah sebagai filter atau penyaring yang dapat menjernihkan air yang semula keruh kemudian keluar dari rawa ini dalam kondisi jernih. Hal ini dikarenakan adanya tumbuh-tumbuhan rawa yang dapat menghambat laju aliran air sehingga dapat mengendapkan sedimen suspensi dari air tersebut. Hal ini dibuktikan dengan perbedaan kejernihan air yang melewati sekumpulan enceng gondok dari yang sebelumnya keruh menjadi lebih jernih. Kondisi ini sangat cocok bagi ikan dan burung (beberapa unggas) sebagai tempat untuk berkembang biak. Melimpahnya air ini juga berfungsi sebagai sumber air minum bagi beberapa hewan di saat terjadi musim kemarau atau kekeringan.
Labels: edit post
0 Responses